Selamat pagi padamu, Jakarta di pintumu kau tak sambut tanganku Hanya suara tawamu kudengar parau, Jakarta dan nafasmu gemuruh gemerlapan Seperti sengaja kau ciptakan untukku Sementara, masih tersisa gema doa di mulutku Inikah Jakarta? Hanya beginikah sikapmu Jakarta? Atau aku yang salah bila kukatakan kau tak ramah? Debu-debu panas di jalanan nampak sepi dari cinta dan kasih sayang Tidak seperti di kampungku yang hijau Di sini takkan kutemui lagi suara seruling yang ditiup lelaki kecil sambil berbaring di punggung kerbau yang digembalakannya Atau nyanyian bambu-bambu seperti musik simfoni mengiringi anak-anak telanjang bermain Berkejaran di pematang basah Selamat malam padamu, Jakarta
Di manakah kau sembunyikan kekasihku? Atau mataku yang tak mampu lagi mengenali wajahnya? Sebab, tak ada bau lumpur dan rumput di rambutnya Seperti ketika dia masih tinggal di kampung Suka bercanda berdua di bawah malam purnama Inikah Jakarta? Hanya beginikah kiranya Jakarta? Kau cambuk punggung siapa saja yang kalah atau yang tetap bertahan Bahkan di sini matahari seperti enggan terbit dari timur lagi Tidak seperti di kampungku yang damai Matahari selalu terbit dari sela bukit biru Dengan warna kuning kemerahan di atas hijau dedaunan Di bawah burung-burung mulai berterbangan Di sini aku makin rindu kampungku Di sini aku makin cinta kampungku Bersabarlah akan kutundukkan Jakarta untukmu